- Home>
- cerpen
Posted by : Unknown
Kamis, 20 Maret 2014
PELANGI SETELAH HUJAN
Pagi
yang dingin, kabut tipis masih menyelimuti pelataran kota Malang. Orang orang
mulai sibuk mengawali aktifitas sehari- hari nya . Ckiit… decitan rem angkot
berhenti di halte. Dengan bergegas aku dan Indah berjejalan masuk mulut angkot.
Kami berhasil masuk dan mendapat tempat duduk,
“Duh…
gimana mau semangat ke sekolah kalau masuk angkot saja harus berdesak- desak
kan..!” gerutu ku.
“Yah,
mau di gimanain lagi! Nasib….nasib…”tambah Indah.
Kurang
dari satu jam, aku sudah berada di depan gerbang SMPN 1 Malang .Indah yang
sedari tadi membisu di angkot, langsung berlari ke kelas kami di lantai 2. Dia
memang bagian piket hari ini. Aku menyusuli nya masuk ke kelas dengan
terengah-engah sambil menarik-narik nafas ”Huh… cepat banget lari nya tuh
anak…!” Fikir ku.
IX A
class room, begitu tulisan di atas papan yang tertempel di kelas yang kami tuju.
Ckrckk… pintu kelas di buka “Waw… kelas kapal TITANIC terjungkir...” Ucap ku.
Sampah berserak kan di mana-mana, kursi-kursi terbalik tak beraturan, dan
lantai yang kotor membuat wajah Indah yang manis berubah menjadi cemberut,
dengan segera ia mengambil gagang sapu dan memulai pekerjaan berat nya.
“Ren,
dari pada kamu bengong, mending kamu bantuin aku bersihin kelas!” Seru Indah
“Emzz
sorry sis, I am very bossy…! lagi pula kan aku bukan piket hari ini… Ok ! aku
akan bantuin kamu, tapi bantu dengan do’a aja ya!...” Timpal ku sambil melempar
senyum pada Indah.
“Huh…
kebiasaan dech..!” Gerutu Indah.
Tak
lama kemudian kelas yang tadi nya kosong kini mulai terisi dengan murid-murid
yang mulai berdatangan. Kelas TITANIC terjungkir kini telah berubah menjadi
istana yang nyaman, bersih, dan siap untuk tempat kami belajar.
Treng…treng…treng…lonceng
berdentang berkali-kali. Anak-anak berlarian masuk ke kelas masing-masing. Hari
ini jam pelajaran matematika yang sedang kami pelajari. Pak Gito, guru paling
disiplin di sekolah memberikan pertanyaan kepada para murid yang sedang
kebingungan menanggapi pelajaran rumit ini, termasuk aku. Tapi untung nya aku
bisa menjawab pertanyaan nya dengan baik. Dan Indah, entah apa yang sedang di
fikirkan oleh temanku si bintang kelas
ini, ia tak bisa menjawab pertanyaan yang bisa di bilang cukup mudah, hingga ia
mendapat teguran.
“Ekhmz…
tak seperti biasanya si juara kelas tak bisa menjawab pertanyaan seperti itu
!,ada apa kawan?” Bisik ku.
“ Gak
ada apa-apa ko! Cuman lupa saja sama rumus nya !” Jawab Indah datar.
*****
Treng…treng…treng
bel istirahat yang kami tunggu telah berbunyi, dalam hati kami bersorak gembira
. Pelajaran yang sangat menegang kan telah usai , dengan semangat anak-anak
berhamburan menuju kantin. Namun, di sela keramaian anak-anak menuju kantin,
Indah terlihat murung dan menyendiri duduk di bangku nya.
“ Ke
kantin yuk Ndah ! udah laper nih…!”Ajak ku.
“Gak
ah, kamu aja duluan…” Jawab Indah
“Hey…kamu
kenapa sih murung terus, sakit gigi? “Tanya ku
“Gak,
aku gak apa- apa !” Jawab Indah
“Oh…ya
udah aku ke kantin dulu!, perut ku sudah laper nih…” Jawab ku sambil berlalu
meninggal kan Indah yang menunduk murung di kelas.
Sepanjang
perjalanan ke kantin fikiran ku tertuju pada Indah, teman ku yang periang ini
tiba-tiba berubah menjadi pemurung. “Perubahan yang aneh!” Fikir ku
*****
Singkat
cerita, bel pulang sudah berbunyi, namun cuaca di luar tak mendukung . Hujan
mengguyur kota Malang. “Waduh… harus hujan-hujanan nih!” Fikir ku. Seperti
biasa, kami berdesak kan masuk angkot. Ketika turun dari angkot kami berlari
menuju rumah Indah. Ya, sekarang ada kerja kelompok di rumah Indah. Alasan ku
mengajukan rumah indah karena, rumah Indah tidak terlalu jauh dari sekolah, dan lagi pula di rumah Indah ada kak
Adit, kakak laki-laki Indah yang ganteng nya gak ketulungan. Walaupun awal nya
Indah menolak, tapi akhir nya dengan bujukan ku dan teman teman yang lain,
Indah menyetujuinya.
“Tok…tok…Assalamua’alaikum…!”
Sapaku dan kawan-kawan di depan pintu
rumah Indah.
“Wa’alaikum
salam…” Terdengar jawaban dari dalam
rumah .
“Eh,
kalian udah pulang…mau kerja kelompok ya…? Kerja kelompok nya di ruang depan ya
Ndah!” Ucap kak Adit ramah.
“Ya
kak…!” Jawab kami serempak sambil senyum-senyum senang karena kak Adit yang
membukakan pintu.
Kami
mulai mengerjakan tugas, membagi-bagi tugas agar semua adil, namun selang
beberapa menit kami mengerjakan tugas, terdengar suara ribut di belakang dapur.
Indah yang sedang sibuk dengan pekerjaan nya menyuruh kami menunggu sebentar
sementara ia pergi ke dapur. Saat Indah kembali lagi duduk bersama kami dia
kelihatan lebih murung.Kami tau mungkin ada hal yang terjadi dengan keluarga
nya hingga kami memutuskan untuk melanjutkan nya lain waktu.
*****
Hari demi hari temanku Indah berubah. Dia lebih
sering menyendiri, dan aku pun sering melihat mata indah sembab seperti habis
menangis, namun setiap ku tanyakan kenapa ia murung, ia selalu menjawab bahwa
dia tidak apa-apa. Nilai-nilai Indah pun di sekolah semakin hari semakin anjlok
menurun, hingga suatu hari dia menceritakan masalah nya kepada ku.
“Ren,
sebenar nya aku punya masalah, orang tua ku akan bercerai, dan aku berfikir
bagaimana bisa aku melanjut kan sekolah ku ke SMA sedangkan aku tahu ibu tak
punya cukup uang untuk menyekolah kan ku, kak Adit, dan adik-adik ku. Setiap
hari yang ku dengar hanya pertengkaran dan pertengkaran saja…!” Ujar Indah
dengan lirih mengusap air mata nya dengan jilbab putih nya yang bersih.
“Indah
aku tahu perasaan mu saat ini tapi, bukan berarti harus mematah kan semangat belajar mu kan?
Aku yakin kamu pasti bisa melewati semua cobaan ini , dan yakin lah kalau kamu
bisa meneruskan sekolah mu dengan semangat belajar mu yang tinggi, juga kepintaran
mu, dan do’a kepada sang maha kuasa…!” Ucap ku menegar kan Indah.
“Ya,
makasih Ren untuk saran nya! Sekarang aku yakin kalau aku pasti bisa melewati
semua ini!” Ujar Indah dengan semangat nya yang tinggi.
Tiba-tiba
Beno dan teman-teman nya datang. Mereka adalah geng anak-anak sombong di kelas
ku. Ya karena orang tua nya yang kaya raya.
“Hey…
ini zaman modern. Hari gini mana bisa sekolah tanpa uang! Mau ngapain aja harus
ada uang dong….!” Ejek Beno dengan nada ejekan nya yang khas.
“Hey…!
Emang uang bisa menjamin segalanya..? gak juga tuh!” Bantah ku
“Udah-udah
biarin aja si Beno nyerocos terus, ayo kita pergi!” Ajak Indah sambil menarik
tangan ku.
“Emmz
itulah bedanya si kaya dan si miskin…” Teriak Beno. Kami pun meninggal kan Beno
dengan perasaan kesal.
“Kita
lihat saja nanti, apakah uang bisa menjamin segala nya !” Ujar ku.
“Ya,
kita akan buktikan kalau dengan berdo’a dan berikhtiar kita pasti bisa!” Tambah
Indah dengan tangan mengepal dan semangat yang bergejolak.
*****
Hari
yang paling ku tunggu telah tiba. UN, inilah yang akan menentukan akhir dari
kerja keras kami selama berada di SMP. Ujian berlangsung selama 4 hari, ku kerah kan semua kemampuan
yang ku bisa untuk menghadapi soal-soal rumit ini. Begitu pun Indah, dengan
semangat belajar nya yang berapi-api membuat nya terlihat lebih tenang
mengerjakan soal ini. Hingga berakhir lah semua ujian yang kami hadapi dan
tinggal nenunggu keputusan hasil nya. Aku dan Indah cemas, tapi kami tetap
optimis akan mendapat hasil yang terbaik atas kerja keras keras kami.
Hari
keputusan pun tiba, semua murid cemas menanti surat kelulusan mereka begitupun
aku. Saat wali kelas memanggil namaku, aku mulai merasa panas dingin di sekujur
tubuh ku hingga surat itu sampai di tangan ku.” Alhamdulillah lulus!” semua
anak berteriak gembira termasuk aku dan Indah.
Saat
acara perpisahan di gelar, kepala sekolah memberikan beberapa amanat untuk kami
dan menyampaikan juara umum di sekolah kami.
“Juara
pertama di raih oleh … Indah Safitri ” Tepuk tangan menggema di seluruh ruangan
“Juara ke 2…
Rena Rosiana” Tepuk tangan kembali menggema.
Hah … aku? Juara ke
2 ?... Aku memang tau bahwa Indah akan
juara pertama, tapi aku tak tahu bahwa aku bisa menjadi juara 2. “terimakasih
ya Allah!” perasaan menyangka meliputi anak-anak SMPN 1 Malang termasuk aku!
Dan di akhir pidato sang kepala sekolah, ia mengatakan bahwa juara 1,2, dan 3
akan mendapat beasiswa masuk SMA favorit . Aku dan Indah semakin tercengang.
Ucapan syukur tak henti-henti nya
kami panjat kan.
“Hei
Beno, sekarang terbuktikan kalau uang bukan jaminan untuk segalanya!” Ujar ku
dan Indah bergembira.
SELESAI